AHLAN WA SAHLAN....

butterfly n rose

Rabu, 17 Desember 2008

Darah Senjaku 1: Bapak

Untuk Hari Ibu (dan Bapak juga)

Darah Senjaku kudedikasikan kepada dua orang yang menjadi wasilah penciptaan Allah. aku terlahir dari sulbi dan rusuk mereka,
Darahku yang teraliri oleh darah mereka, dagingku yang tersusun oleh daging mereka, watakku yang terangkai dari watak mereka

Darah Senja 1: Bapak

Dialah yang mengajarkanku tentang senja di setiap hari, kala aku dan Aiko kerap menyaksinya lewat dego-dego rumah. Sebuah siluet indah, langit biru-merah yang terharmonisasi dengan burung pipit dan burung gereja
Kami selalu memaknai senja sebagai waktu yang sangat indah, aku dan Aiko akan memperhatikan awan-awan tebal yang bergulung-gulung, dan kami akan memilih rupa paling indah yang dibentuknya
"Hei Dik, apa kau melihat bentuk yang sama?"
Sementara bapak bercengkerama dengan ayam-ayamnya. mengelus-elus mereka dan memasukkannya ke kandang.

Ahh...Ini sudah senja, Bapak dan Mamaku juga senja
Dulu itu, aku dan Aiko masih hijau, entah sekarang berganti warna apa...

Bapak.. Bapak, sudah terlalu lam,a kuresahkan kau dengan pembangkanganku. Tapi hati ini masih terlalu keras untuk memenuhi petuah-petuahmu. kecuali dengan kata-kata pemanis di bibir saja. Bukan untuk membohongimu. Sungguh. Ku hanya ingin meringankan beban pikiranmu saja.
Bapak, belum ada berita gembira yang kukabarkan padamu, kecuali keresahan-keresahan saja. Yang kerap menambah gurat di keningmu, menambah parau suaramu.
Aku sungguh bukan Andalan seperti yang kerap kau sebut-sebut dahulu di hadapan teman dan tetangga. Aku sungguh bukan anak yang kau idamkan sesempurna doa-doa yang kau panjatkan. Bukan. Bukan aku.
Inilah aku, tak lebih dari seorang anak pecundang dan keras kepala. Tapi meski begitu, kau masih selalu saja mengusap-usap kepalaku dan berkata "Semua anakku pintar dan kau anak terjenius yang kumiliki"
Ah Bapak.., jangan kau cekati leherku dengan tangis tertahan saat kata-katamu meluncur begitu saja dari lidah sastrawimu. seperti ketika kau mengatakan "Tugas orang tua adalah memberikan yang terbaik untuk anaknya, dan kami tidak pernah mengharap balasan apa-apa", atau saat kau berkata "Aku akan menyekolahkanmu tinggi-tinggi, meski demi itu aku harus mengorbankan semuanya, hingga yang tersisa hanyalah garam saja untuk ku makan"
Ah... Bapak, mungkin keras kepalaku benar-benar kuturuni sempurna darimu. Keras kepalamu mungkin hanya akan menusahkan dirimu saja. Hingga kau membiarkan pembuluh darah dan syarafmu kian hari kian dipenuhi sumbatan-sumbatan. membiarkan ototmu yang kian hari kian mengecil. Membiarkan lidahmu yang kian hari kian sulit mengucapkan kata dengan jelas. Membiarkan lenganmu yang kian hari kian terbatas jangkauannya. Membiarkan kakimu yang kian hari kian bergetar saat kau pakai berjalan.
Bapak...Bapak... kau sungguh keras kepala! ku tahu itu semua kau lakukan demi anak-anakmu. Demi aku, yang bahkan tak mampu menghadiahkanmu nilai IP yang tinggi, kecuali Mata Kuliah yang diulang-ulamg. Demi aku, yang tak pernah membawakanmu sekalung medali, piala atau trofi.
Maafkan aku Bapak... maaf.. kadang ku merasa mungkin sebenarnya akulah yang menyumbat pembuluh-pembuluhmu itu.
Ah...Bapak, mungkin anakmu ini terlampau payah, bahkan durhaka, hingga namamu hanya kusebut sambil lalu dalam doa-doa pendekku. Dalam sujud-sujud singkatku. Pada sepertiga malam yang selalu tertinggal tahajjudnya, tergantikan oleh buaian mimpi-mimpi...
Bapak, sungguh berdosanya aku padamu. Mungkin bila ku harus mencuci kakimu berulang-ulang. Bahkan meminum air cuciannya. Dosa-dosaku belumlah pantas untuk kau maafkan...

...
(Darah Senja 2: Mama: Dia yang bergerak diiringi jutaan prajurit malaikat)

0 comments:

Posting Komentar

dari Goodreads