AHLAN WA SAHLAN....

butterfly n rose

Selasa, 25 Maret 2008

Dua Halaman untuk Lingkungan kita

(Satu halaman bagi saya belum cukup untuk mendeskripsikan keadaan lingkungan saat ini)
Bumi adalah tempat tinggal kita sejak kita terlahir hingga mati kelak. Bumi adalah lingkungan kita. Bumi menyediakan segala yang dibutuhkan makhluk untuk hidup.
Tumbuhan, hewan dan manusia sedari dulu beriringan saling melengkapi. Membangun sinergitas dalam kehidupan yang natural.
Namun, semakin dewasa bumi, semakin manusia merasa memilki segalanya. Maka dilakukanlah perubahan-perubahan terhadap naturalitas bumi (lingkungan) demi kepentingan ekonomi, pembangunan, teknologi, bahkan politik. Padahal sungguh tidak ada yang salah dengan peningkatan ekonomi, pembangunan dan teknologi, semua itu dilakukan demi peningkatan kesejahteraan hidup ke arah yang lebih baik. Namun adalah salah bila semua itu tidak mempertimbangkan aspek lingkungan.
“… Sungguh telah terjadi kerusakan di muka bumi akibat ulah manusia sendiri…” (Holy Qur’an)

Wahai Kita…manusia
Coba dongakkan kepalamu ke langit, lazuardi biru memang masih menoreh, namun dengan semburat kelabu timbal. Andaikan pandanganmu dapat menerobos cakrawala, maka akan kamu lihat keindahan langit yang kini semakin terkikis seiring dengan terkikisnya lapisan ozon. Tiap detik selimut ozon-mu semakin menipis tanpa bisa ditawar-tawar. Dan tunggulah, kamu akan serempak menggigil kedinginan dan mendesah kepanasan karenanya. Itulah yang kamu sumbangkan dari wanginya parfum parlente-mu dan dari AC di kamarmu yang sejuk.
Coba kamu hirup udara di pinggiran ruas jalan yang kamu lalui. Setiap helaan napasmu takkan pernah kamu nikmati dengan kelegaan karena di dalamnya turut bersemayam berbagai agent penyakit . Yang suatu saat akan menggerogoti otakmu, menyakiti tubuhmu bahkan hingga membunuhmu.
Coba kamu cicipi masakan di warung makan favoritmu. Dapatkah kamu meyakinkan dirimu dalam keamanan setelah perutmu terisi penuh? Padahal di setiap suapan dan tegukan airmu ada ancaman dioxin, preservatives, bahkan formalin. Kamu seolah makan racun yang dilapisi madu.
Coba kamu menyelam ke dasar laut. Ikan-ikan yang semakin pudar warnanya berenang kuyu di dalam rumah karangnya yang mati, berenang di antara kaleng-kaleng minuman sodamu. Di permukaan lautmu yang elok terhampar selaput minyak yang busuk, sumbangan tambangmu untuk laut yang memenuhi 2/3 bumi-mu.
Coba kamu berjalan di antara rumah-rumah kumuh di tengah kota. Kesenjangan sosial benar-benar telah memaksa si miskin untuk tidur di atas tumpukan sampah kresek, bekas pembungkus pakaianmu yang kamu beli saat hang-out. Bahkan para pemulung harus rela tertimbun longsor sampah yang semakin menggunung. Sungguh uang adalah bencana bila hanya sanggup membeli sampah.
Coba kamu pergi ke hutan di pinggiran kota-mu. Pepohonan yang hidup bertahun-tahun dipangkas rata, demi membangun vila mewah untuk menjamu para tamu dari luar negeri. Maka wajarlah bila kamu sekalian diterjang banjir, ditimbun longsor, diguncang gempa, dan dihempas tsunami.
Apa sesungguhnya yang terjadi dengan Bumi-ku?? Lingkunganku?? Bumi yang seyogyanya menyediakan segala kebutuhan hidup makhluknya kini berubah menjadi tempat yang menyediakan segala monsternya. Mengapa?
Mungkin benar kata Ebiet G. Ade: “… Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa, atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang….”
Lantas, apa yang harus kita perbuat guna menebus kerusakan-kerusakan itu? Saatnya kita untuk berpikir lebih bijaksana. Untuk bertindak lebih aktif dan semangat. Untuk membangun kesadaran masyarakat dengan suara, dengan pena, dengan apa saja. Karena kita adalah pemuda, di pundak kita ada harapan bangsa. Mulailah melestarikan lingkungan meski dengan hal-hal yang kecil saja, daripada hanya diam berpangku tangan. Mumpung kita masih muda, sebelum nanti kita menangis melahirkan anak cucu kita ke bumi yang mengerikan ini.
(nda) untuk Green Student Movement

0 comments:

Posting Komentar

dari Goodreads