(Satu halaman bagi saya belum cukup untuk mendeskripsikan keadaan lingkungan saat ini)
Bumi adalah tempat tinggal kita sejak kita terlahir hingga mati kelak. Bumi adalah lingkungan kita. Bumi menyediakan segala yang dibutuhkan makhluk untuk hidup.
Tumbuhan, hewan dan manusia sedari dulu beriringan saling melengkapi. Membangun sinergitas dalam kehidupan yang natural.
Namun, semakin dewasa bumi, semakin manusia merasa memilki segalanya. Maka dilakukanlah perubahan-perubahan terhadap naturalitas bumi (lingkungan) demi kepentingan ekonomi, pembangunan, teknologi, bahkan politik. Padahal sungguh tidak ada yang salah dengan peningkatan ekonomi, pembangunan dan teknologi, semua itu dilakukan demi peningkatan kesejahteraan hidup ke arah yang lebih baik. Namun adalah salah bila semua itu tidak mempertimbangkan aspek lingkungan.
“… Sungguh telah terjadi kerusakan di muka bumi akibat ulah manusia sendiri…” (Holy Qur’an)
Wahai Kita…manusia
Coba dongakkan kepalamu ke langit, lazuardi biru memang masih menoreh, namun dengan semburat kelabu timbal. Andaikan pandanganmu dapat menerobos cakrawala, maka akan kamu lihat keindahan langit yang kini semakin terkikis seiring dengan terkikisnya lapisan ozon. Tiap detik selimut ozon-mu semakin menipis tanpa bisa ditawar-tawar. Dan tunggulah, kamu akan serempak menggigil kedinginan dan mendesah kepanasan karenanya. Itulah yang kamu sumbangkan dari wanginya parfum parlente-mu dan dari AC di kamarmu yang sejuk.
Coba kamu hirup udara di pinggiran ruas jalan yang kamu lalui. Setiap helaan napasmu takkan pernah kamu nikmati dengan kelegaan karena di dalamnya turut bersemayam berbagai agent penyakit . Yang suatu saat akan menggerogoti otakmu, menyakiti tubuhmu bahkan hingga membunuhmu.
Coba kamu cicipi masakan di warung makan favoritmu. Dapatkah kamu meyakinkan dirimu dalam keamanan setelah perutmu terisi penuh? Padahal di setiap suapan dan tegukan airmu ada ancaman dioxin, preservatives, bahkan formalin. Kamu seolah makan racun yang dilapisi madu.
Coba kamu menyelam ke dasar laut. Ikan-ikan yang semakin pudar warnanya berenang kuyu di dalam rumah karangnya yang mati, berenang di antara kaleng-kaleng minuman sodamu. Di permukaan lautmu yang elok terhampar selaput minyak yang busuk, sumbangan tambangmu untuk laut yang memenuhi 2/3 bumi-mu.
Coba kamu berjalan di antara rumah-rumah kumuh di tengah kota. Kesenjangan sosial benar-benar telah memaksa si miskin untuk tidur di atas tumpukan sampah kresek, bekas pembungkus pakaianmu yang kamu beli saat hang-out. Bahkan para pemulung harus rela tertimbun longsor sampah yang semakin menggunung. Sungguh uang adalah bencana bila hanya sanggup membeli sampah.
Coba kamu pergi ke hutan di pinggiran kota-mu. Pepohonan yang hidup bertahun-tahun dipangkas rata, demi membangun vila mewah untuk menjamu para tamu dari luar negeri. Maka wajarlah bila kamu sekalian diterjang banjir, ditimbun longsor, diguncang gempa, dan dihempas tsunami.
Apa sesungguhnya yang terjadi dengan Bumi-ku?? Lingkunganku?? Bumi yang seyogyanya menyediakan segala kebutuhan hidup makhluknya kini berubah menjadi tempat yang menyediakan segala monsternya. Mengapa?
Mungkin benar kata Ebiet G. Ade: “… Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa, atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang….”
Lantas, apa yang harus kita perbuat guna menebus kerusakan-kerusakan itu? Saatnya kita untuk berpikir lebih bijaksana. Untuk bertindak lebih aktif dan semangat. Untuk membangun kesadaran masyarakat dengan suara, dengan pena, dengan apa saja. Karena kita adalah pemuda, di pundak kita ada harapan bangsa. Mulailah melestarikan lingkungan meski dengan hal-hal yang kecil saja, daripada hanya diam berpangku tangan. Mumpung kita masih muda, sebelum nanti kita menangis melahirkan anak cucu kita ke bumi yang mengerikan ini.
(nda) untuk Green Student Movement
AHLAN WA SAHLAN....
butterfly n rose
Selasa, 25 Maret 2008
Dua Halaman untuk Lingkungan kita
Spiderman atau Rambo?? (bukan dua-duanya)
”Rambo tahun 70-an adalah sosok pahlawan, rambo abad 21 juga adalah pahlawan, tapi kuanggap pahlawan kesiangan.”
Beginikah sosok pemuda yang di pundaknya masa depan terpikul?? yakni sosok yang mengaku diri aktifis mahasiswa yang menyandang predikat social control, tapi melakukan aksi tak bermoral?? Mereka tawuran atas nama mahasiswa dan almamater fakultas, bahkan atas nama idealisme --entah idealisme apa...
Lantas kemana sumpah mahasiswa yang selalu mereka kumandangkan setiap OSPEK yang di dalamnya ada kalimat ”...Kami mahasiswa Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa perdamaian...”. Apakah hanya sebagai kultur penyambutan maba atau hanya ajang untuk ”sok-sok-an” belaka??
Beginikah sosok pemuda yang di pundaknya masa depan terpikul??
Yakni anak-anak muda yang mengaku sebagai agent of change yang tetap mempertahankan budaya ”mari binasakan maba” yang telah kuno sejak jaman bahelua??
Atau dengan aksi ”baka-bakar ban” yang selalu mereka elu-elu kan sejak jaman Reformasi 1998??
Beginikah sosok pemuda yang di pundaknya masa depan terpikul??
Yakni sosok yang di setiap diskusi membicarakan ideologi dan idealisme, atau membahas birokrasi, bahkan sampai mempertanyakan eksistensi Tuhan.... yang ujung-ujungnya ditutup dengan perdebatan-perdebatan atas masalah-masalah kecil yang dibesar-besarkan, yang hanya bikin habis waktu untuk menginap di kampus.
Lalu esok siangnya, mereka akan bangun dengan rambut acak-acakan sampai tidak masuk kuliah karena mengaku telah capek begadang memikirkan nasib mahasiswa yang semakin terpuruk (entah siapa sebenarnya yang terpuruk...)
Beginikah sosok pemuda yang di pundaknya masa depan terpikul??
Yakni sosok yang menjunjung tinggi Tri Darma Perguruan Tinggi; pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat-- dan selalu menyebut-nyebutnya dalam mars fakultas. Namun di kelas ujian, mereka celingukan kiri kanan dan mempraktikkan ”strategi penaklukan pengawas”, dengan jurus ”petak umpet”, ”pelampung ajaib”, atau apalah namanya. Lalu akhirnya bangga dengan nilai A yang palsu
Atau mereka yang hampir sebelas tahun ”masih setia” dengan kampusnya sampai tidak rela meninggalkannya, dengan dalih ”saya masih dibutuhkan dalam pengkaderan kampus”, atau ”lembaga masih membutuhkan saya”... kalaupun toh mereka harus pergi karena rupanya kampus yang dicintainya setengah mati sudah tidak membutuhkannya lagi, mereka segera akan meng-copy paste skripsi agar cepat dilantik pake toga, untuk jadi sarjana alias pengangguran intelek...
Beginikah sosok pemuda yang di pundaknya masa depan terpikul??
Ya, beginilah....
Padahal pemuda adalah generasi membara yang siap menyala, siap membakar. Membakar kebengisan jaman yang mengajarkan kerusakan moral, bukannya membakar ban dan ”markas” lawan politiknya di LEMA
Beginikah sosok pemuda yang di pundaknya masa depan terpikul??
Ya, beginilah....
Padahal pemuda adalah generasi yang memiliki tulang yang belum terpapar osteoporosis, dan otot yang belum kena rematik. Mereka harusnya siap bertempur melawan rezim atau berlari ”mengejar” koruptor dengan pikiran intelektualnya, bukannya malah gontok-gontokan dengan sesamanya atau dengan aparat keamanan, seolah ingin berkata:
”AKULAH RAMBO ABAD 21 !!”
Beginikah sosok pemuda yang di pundaknya masa depan terpikul??
Ya, beginilah....
Padahal pemuda adalah generasi yang otaknya belum pikun dan bukan pula lugu. Mereka harusnya menggunakan akalnya untuk berpikir jernih dan berpikir cerdas dengan pemahaman, serta kemauan teguh memegang prinsip.
Bukannya pemikiran yang terlalu gamang dan mudah di-provokatori. Bukan pula memakai ”kecerdasannya” untuk memikirkan ideologi dan idealisme semata tanpa ada upaya untuk mengaplikasikannya dalam kerja-kerja nyata.
Sadarlah wahai pemuda!!
Sesungguhnya tukang becak di jalan tertawa melihat ulahmu, para birokrat di rektorat geleng-geleng kepala mendengar celoteh-mu, dan orang tuamu di kampung menangis menyaksikan aksimu....
Khaulah Al-Fitri
Universitas Hasanuddin Makassar,
Sore, 12 Desember 2007
Senin, 24 Maret 2008
Putra
Putra, lagi dia menggoreskan kisahnya. Bukanlah kisahnya yang selama ini kubaca melainkan dirinya. Ada benih rindu akan kehadiran kisah-kisahnya yang jujur mengalir. Maka mulailah kurenda buah dawatnya dalam keping disk, atau kurangkai dan kuselipkan dalam lembaran buku kuliahku. Lalu kujaga, agar tak seorang pun bisa membukanya dengan curiga.
Putra, kala musim telah berganti pancaroba, aku pernah mengawali cerita tentang rimbun hujan dan –Putra-- dia membalas dengan prasasti Tuhan. Ketika derai hujan terus mengalir dalam ceria, sedih, hening dan cemas. Putra, cukup dia katakan datanglah untuk memahat kisah.
Putra, dia pernah berkata “Waktu tak pernah salah”. Ya, waktu tak pernah salah, dia hanya membiarkan apa yang seharusnya terjadi, merelakan apa yang seharusnya pergi, serta menunda apa yang belum layak untuk tiba. Waktu, sesuai patuhnya pada Lauh Mahfudz. Dan waktu ini, kuharap adalah yang dibiarkannya menjadi.
Putra, apa yang selama ini tergambar dari kedewasaan? Padahal kami mahasiswa, sama-sama remaja muda yang membara. Aku, ada cita yang sama dia miliki, namun ada yang terurai ada yang tidak. Ada yang dinampakkan, ada yang dibiarkan terpendam saja. Seandainya lebih dulu aku deklamasikan citaku yang sama, mungkin saja aku bisa mengalahkan ketenarannya. Tapi tidak, dan biarlah tetap begitu. Yah.. sebab perempuan memang selalu merasa nyaman dengan mengalah. Hanya ego saja yang kadang membuatnya tidak mau menerima fitrahnya sendiri, padahal ego bukanlah murni dari hati.
Putra, dia tentu akan mengatakan ini. Seorang penulis kadang ingin menemukan seorang tokoh yang nyata untuk menghaluskan dan merealisasikan kisahnya. Seorang pemikir dan seorang pemimpi selalu memiliki teman yang berkelana di antara neuron-neuron imagi-nya. Cukup imagi saja, meski mungkin ada yang kasat mata, tapi biarkanlah ia berkelana dalam imagi saja, karena itu akan lebih indah. Iya kan, Putra?
Putra, tentu dia tidak bermaksud mempermainkan hati wanita, dia hanya ingin mengharumkannya dalam prosa, sastra, seni dan cinta. Meski kebanyakan dari mereka tidak mengerti. Padahal dia hanya ingin bercerita tentang sosok jelita titisan Hawa, benar kan Putra?
Tapi Putra, selalu kuraharap dia melanjutkan kisahnya tentang indah purnama di malam hari, dengan dawat merah maroon-nya, atau dengan notes kecil di sakunya. Lalu pahatlah lagi kisah indah tentang cahaya, sebab itu kisah yang paling kusuka.
Putra, lelaki dengan rambut hitam setengah berminyak yang disisir rapi, dengan celana kain yang kadang dibiarkan menutupi mata kakinya. Putra dalam kemeja bergaris merah maroon, dalam baju kaos bergambar tangan dan untaian mawar, atau dalam jaket Palestina. Biasanya dia akan menyudut seorang diri, atau berceloteh di mimbar dengan anggukan kepala.
Putra, dia selalu antusias untuk memakna kata “sastra”, sebab dia adalah sastrawan. Tapi dia lebih senang menyebut dirinya “penulis” entah apa bedanya. Putra, semoga tidak cukup hari ini….
Aku mengakhiri ketikanku, dan komputer tengah malam ini kumatikan.
Putra, besok apa yang ingin dia cerita? Apakah tentang cinta lagi?
###
Wacana Merah Tua
Aku terpesona pada dunia maya
Yang tak terbersit kata-kata
Kebisuan… cukuplah sebagai pertanda
Bahwa kita telah memahami prosa kata
Maka janganlah kau katakana apa yang bergemuruh
di ruang dada
Karena cukup kau rasakan saja
Apa yang kita miliki hanya sepenggal baris
dalam wacana merah tua
Cukuplah kita saja yang tahu apa itu
Cukup kita saja yang tahu seperti apa
Karena orang lain mungkin akan sulit memahaminya
Kadang segalanya hanya terjadi di rongga dada
Seperti perkataan para pujangga
Kadang kenyataan tak melulu sama
Tapi cukuplah kita berkisah lewat rongga dada
Berkisah perihal hidup yang kita damba
Duhai baying-bayang yang terpapa
Kita hanya sanggup memapah
Sebab tiada lagi kuasa
Untuk mengubah imagi menjadi nyata
By: Nida Tsa’labah/ Makassar, Maret 2007
SESUATU YANG KUTULIS DI ATAS KURSI BATU
Di Sini tempat banyak orang termangu
Duduk termangu dan biarlah ingar-bingar di luar sana
Karena di sini tempat orang punya dunianya sendiri
Di dini tempat banyak orang termangu
Ambil penamu lalu tulislah sesuatu
Sesuatu yang membuat hatimu lapang
Ambil bukumu lalu bacalah sesuatu
Sesuatu yang membuat hatimu terenyuh
Ambil kameramu lalu potretlah sesuatu
Sesuatu yang membuat hatimu berkaca
Ambil gitarmu lalu mainkanlah sesuatu
Sesuatu yang membuat hatimu terguagah
Tapi, jangan kau ambil ponselmu!!
Sebab di sini bukan saatnya kau berbicara
Di sini tempat banyak orang termangu
Duduklah sambil bertopang dagu
Mumpung kamu belum dilarang untuk itu
Duduklah, lalu rasakan sedaunan kering
Berjatuhan di atas kepalamu
Duduklah, dan pilihlah sesuatu yang ingin kamu dengar
Tapi tidak perlu kamu dengar ingar-bingar itu
Sebab di sini kamu punya dunia sendiri
Di sini tempat banyak orang termangu
Duduklah seorang diri saja...atau...
Kalau kamu mau, ajaklah seorang teman
Duduk di sampingmu
Duduklah bersamanya
Dan katakanlah satu-dua patah kata saja
Katakanlah: ”Ini tempat yang artistik”,...itu saja!
Sebab di sini bukan saatnya kau berbicara banyak
Kalau kau berbicara banyak
Maka kau tidak akan bisa mendengar
Di sini tempat banyak orang termangu
Pikirkanlah apa yang ingin kau pikirkan
Bukan apa yang harus kau pikirkan
Rasakanlah apa yang bisa membuatmu tenang
Bukan apa yang bisa membuatmu gundah
Meski seringkali,
Keinginan dan keharusan tidaklah sejalan
Meski seringkali,
Apa yang membuatmu tenang
Itulah juga yang membuatmu gundah
Tapi asal kau tahu,
Di sini tempat banyak orang termangu
Dan kadang,
Orang termangu bisa mencipta dunianya sendiri
Dunia sendiri yang hanya tercipta di rongga dada
_________________________’Nda, 13 Maret 2007-06-2007
at pelataran Baruga AP. Pettarani Unhas
the shinny face
Seseorang yang wajahnya bersinar...
Diam2 kutahu kebiasaannya --baju warna gelap--kadang warna putih
Diam2 kutahu kehadirannya --berjalan menekuri tanah-- sepertinya dunia selalu berubah dalam setiap langkah kakinya
Dia mengajarkanku tentang banyak hal...wisefull...
Seseorang yang wajahnya bersinar...
Dia tidak pernah mengangkat wajahnya ---tp sinarnya terpancar
Dia tidak pernah mengangkat wajahnya --karena takut pada Tuhannya
Dia tidak pernah mengangkat wajahnya --agar orang lain tak perlu tahu
Seseorang yang wajahnya bersinar...
Dia mengingatkanku pada Mush'ab bin Umair dan Dihya Al-Qalby, meski dia tidak semenawan kedua orang itu
Sinarnya mengingatkanku pada Muhammad, meski sinar wajahnya sangat sedikit kemilaunya dibanding sinar wajah Muhammad...
Seseorang yang wajahnya bersinar...
Dia seolah sang Pangeran Berkuda yang menemui bidadari
Dia laiknya Ali bin Abi Thalib yang menemui Fatimah, meski dia tidak semulia lelaki itu...
Seseorang yang wajahnya bersinar...
Dia selalu berdiri di Shaff depan barisan
Dia selalu menuangkan pikiran
dia berdiri-- lalu berjalan bersegera---
Karena sinar wajahnya, dia seolah mencuat di antara ribuan orang
Tapi cukup aku saja yang tahu...
Supaya aku takjub pada sang Pencipta sinarnya
Seseorang yang wajahnya bersinar...
terdengar tawanya --cukup membuatku tahu akan keceriaannya
terdengar tuturnya yang elok --cukup aku yang mendengarnya
terdengar ujarnya yg bijak --cukup membuatku tahu pemahamannya..
Seseorang yang wajahnya bersinar...
Mungkin... aku telah berbuat banyak kesalahan
tetapi... aku hanya seorang wanita...
Mungkin aku terlampau bimbang
Mungkin aku terlampau tenggelam
Mungkin aku terlampau sendu
Mungkin aku terlampau pilu
Mungkin aku terlampau rindu
Mungkin aku terlampau mendamba
Mungkin aku terlampau individualis
Mungkin aku terlampau egois
Mungkin aku terlampau introvert
Mungkin aku terlampau emosional
Mungkin aku terlampau futur...
Mungkin aku...mungkin...mungkin....
Hanya mungkin --karena yang pasti hanya milik Tuhan
Seseorang yang wajahnya bersinar...
Harap kulihat sinarnya pada langit malam di antara cahaya bintang-bintang
Harap kutatap ronanya pada langit senja di antara lengkungan pelangi
Harap kulirik bayangnya pada langit pagi di antara kilauan embun fajar...
Seseorang yang wajahnya bersinar...
Mungkin aku hanyalah Nurul...
Mungkin Nurul terlalu mendambakan Fahri
Padahal nama sang Pangeran Berkuda telah terukir di Lauh Mahfudz...
Mungkin Pangeran Berkuda itu bernama Fahri, mungkin pula tidak
--- Nurul tinggal menunggu waktu...
Seseorang yang wajahnya bersinar...
Sinar wajahnya bukanlah yang paling kemilau...
Tapi karena sinarnya, aku merindukan pertemuan dengan Nabi mulia
Nabi mulia yang sinar wajahnya paling kemilau di antara semua makhluk...
Seseorang yang wajahnya bersinar...
Karena sinarnya, aku memohon ampun kepada Sang Penciptanya
Karena sinarnya, aku memohon ampun kepada Sang Penciptanya
Karena sinarnya, aku memohon ampun kepada Sang Penciptanya
Karena sinarnya, aku memohon ampun kepada Sang Penciptanya
Karena sinarnya, aku memohon ampun kepada Sang Penciptanya
Karena sinarnya, aku memohon ampun kepada Sang Penciptanya
Karena sinarnya, aku memohon ampun kepada Sang Penciptanya --Karena aku telah terlena...
IDEALIS or REALISTIS
Idealis atau realistis..AakhKH...lama-lama aku bisa gila..
semenjak 2 tahun ini aku seperti kehilangan diriku yg dulu kukenal...!!! kemana dia?? kemana diriku??
aku seperti kehilangan katalisator. stimulan atau apalah namanya sehingga aku tidak bisa bereaksi dan menghasilkan energi...
tak ada gairah,tak ada ghirah,tak ada semangat, atau apalah namanya yang membuatku bisa jalan lagi ketika terpeleset, yg membuatku bisa bangkit lagi ketika terjatuh, yg membuatku bisa bangun lagi ketika terlelap...
idealis atau realistis..
masalahnya,, adalah tempatku yg kuanggap tidak ideal, tapi harus kutempati karena realitanya,,inilah tempatku berada...
ingin rasanya aku mencari tempat yg bisa mengembalikan diriku seperti yg aku kenal sebelumnya, tapi realitanya,,..aku tak berdaya...aku tak punya apa-apa untuk berdaya...aku tak sanggup...
mungkin yg aku butuhkan adalah kekuatan keajaiban dari SANG PENCIPTA...,tapi pantaskah aku mendapatkannya???padahal aku hanyalah manusia yg hina dina??
atau,,,haruskah aku tinggal diam,.. mendekam,,terpuruk,,disini??
di tempat yg hanya bisa membiarkan waktuku habis untuk menjadi kepompong??tanpa mengizinkanku untuk keluar, terbang bebas melihat dunia yg penuh keajaiban layaknya kupu-kupu...
tempatku di sini, tapi aku ingin pergi...ingin pergi cepat2 sbelum aku membusuk, berjamur, lumutan,,, di sini!!!
tapi...apa aku punya kaki untuk berlari??apa aku punya sayap untuk terbang??padahal aku hanyalah kepompong!!!!kepompong yg kesulitan untuk menjadi kupu-kupu!
NIDA,....ini adalah realita...
kamu punya orang tua yg ketika kamu melihatnya, maka yg kamu lihat adalah sosok yg bermata teduh, tapi sendu,mereka adalah sosok yg bertangan kekar, tapi lemah...
kamu punya ayah, yg ketika kamu menatapnya, maka kamu akan berkata dalam hatimu:"ayah, sudah saatnya bagimu untuk beristirahat dari pikiran-pikiran kalutmu tentang masa depanku"...
NIDA...ini adalah realita...yg terlalu sulit untuk mencapai ideal..
kamu memiliki keluarga yg ketika kamu buka lemari makannya ada bakul, tapi tak berisi nasi, yg ketika kamu buka lemari pakaiannya ada dompet, tapi tak berisi uang...
NIDA...ini adalah realita dan kamu terlalu sombong untuk menjadi seorang yg idealis!!!
tanyakan pada dirimu tentang apa yg terlintas dipikiranmu ketika melihat mereka?? maka kamu akan mejawab satu kata: PENYESALAN
dan setelah itu,,,kamu hanya menjadi pecundang!!! kamu hanya menjadi pengecut!!! dan kamu hanya menjadi remaja yg renta karena tak memiliki etos kerja...
IDEALIS atau REALISTIS..??AKHH...LAMA-LAMA AKU BISA GILA!!!
mengapa semua orang bisa melaju sementara aku tertatih-tatih???
mengapa semua orang bisa tertawa sementara aku merintih-rintih???
mengapa semua orang bisa melangkah pasti di jalan yg dipilihnya, sedang aku masih bingung dengan jalan-jalan yg harus kupilih...
IDEALIS atau REALISTIS...
aku selalu berkata:"Aku ingin berubah!" tapi kapan aku sanggup??apakah nanti ketika matahari telah terbenam dan tidak ada lagi pagi hari??ataukah nanti ketika sel-sel di tubuhku telah lelah bermitosis??ataukah...??
IDEALIS atau REALISTIS???
maka TUHAN..., izinkan aku menjalani hidupku dengan merasakan yg ideal dalam realita...
izinkan aku...
my older blog
blog ku yg pertama: awal membuat blog,saya berekspresi di blognya FS,msh culun,cupu n gaptek aja.. buka aja : http://www.nda-classic-story.blogs.friendster.com/
blog-ku yg lain: http://izzahnida.multiply.com/ (Gak kerawat banget.. hehehe)
please check them out...