AHLAN WA SAHLAN....

butterfly n rose

Selasa, 22 April 2008

Separuh Hatiku di Kota Hujan


Kagami Aiko, begitu dia menamai dirinya. Meski kelahirannya berselang satu tahun sembilan bulan setelahku, tapi sungguh, ketegarannya membuatku layak dipecundangi. Aku kini mengenalnya bukan sebagai adik semata, melainkan sebagai guru yang mengajariku tentang perjuangan dalam kehidupan.
Kini teman, ijinkan aku menguraikan kisah Aiko dengan dawat airmata di diari-ku.


Bulan ini adalah hampir setahun berselang sejak berlalunya Aiko bersama deburan angin, bersama Adam Air yang membawanya jauh ke negeri seribu keajaiban, mengantarkannya ke tanah yang selalu bangga akan kesuburannya, ke pulau yang semakin lama semakin berat menahan laju kendaraan dan jamur menaranya, ke pegunungan yang lalu mengajari tentang banjir yang dia kirimkan. Bogor kata Aiko bukan lagi “Kota Hujan” melainkan “Kota Angkot”. Dan bulan ini, serta bulan-bulan yang lama berlalu, aku selalu meredam rindu.
Ingin sekali ku hikayatkan padamu, teman. Tentang tegar dirinya. Malam, pagi dan siangnya merupakan sebuah perjalanan memori untukku. Perjalanan yang menorehkan teladan yang kaya makna.
Di Pangkep dahulu, kami tidak pernah memisah kamar. Kami membagi dipan dan bantal kami, kami membagi lemari dan pakaian kami, bahkan kami membagi meja belajar dan buku kami. Itulah yang membuat kami tidak pernah merasa memiliki sesuatu sendiri melainkan bersama. Kamar bertiang kayu dan berdinding tripleks tua itu adalah milik kami bersama. Menjadi bisu pula, karena ditinggal dua penghuninya.
Neon buram dengan jelaga di ujung-ujungnya menahtakan kamar kami, namun sinarnya tentu saja tak secerah kamar anak gadis di rumah tetangga –tetap membuat kami bersyukur “Terima kasih Bapak, kamu telah membuatkan kami kamar”-- dan Aiko, selalu saja ku dapati siluetnya dari balik remang kelambu kala malam semakin larut dengan cekamnya, berteman cicak di plafon yang berdendang dengan cit cit nya.
Siluet itu selalu terjaga dengan cahaya putih di depan meja belajarnya, dia kerasan duduk di atas bangku kayunya. Menekuri buku sekolahnya, menghafal rumus matematikanya, atau membaca kisah dalam buku sejarahnya. Lalu dini harinya dia selalu terjaga lagi, menekur lagi membaca lagi. Dan yang kuherankan paginya dia membangunkanku, lalu berkata sebelum berangkat ke sekolah.
“Sebentar saya ada ujian, jadi saya mau cepat-cepat datang, mau diskusi dulu sama teman-teman karena tadi malam saya belum belajar”
Oh teman, sebegitu tekunnya Aiko-ku mempecundangi angkuhku.
Aku selalu merasa sebagai diri yang paling jawara. Anugerah kecerdasan intelektual-ku cukup membuatku berkuasa mendiktekan pelajaran sekolah kepada Aiko. Tapi rupanya kosakataku tidak cukup untuk mendiktekan padanya tentang kecerdasan emosi. Tekun dan giatnya adalah sebuah buku yang dia tuliskan dari kantung matanya yang hitam dan ringkih posturnya yang kurus.
Aiko, dia guruku. Dia separuh hatiku yang melanglang di Kota Hujan.
Aiko, dia yang kulihat terakhir kali adalah gadis kecil bersweater merah muda –sweater yang dia pesankan dengan berkata “Belikanka sweater atau jaket di Makassar untuk persiapan, di sana nanti akan lebih dingin dari Makassar”--. Gadis kecil yang ukuran badannya dua kali lebih kecil daripada teman sebayanya itu. Kini telah ku dengar kisahnya menantang dinginnya Bogor, menyapa bekunya desau angin yang menerpa tubuhnya di atas bus subuh hari kala hujan mengguyur. Aiko, sungguh tubuhnya tak sekecil tangguhnya.
Teman, Aiko guruku sedang berjuang seorang diri di sana. Merenda masa depan yang akan dia hadiahkan untuk orang tua dan keluarga. Rantaunya sempat menjadi konflik di sekolah bagi orang-orang yang iri, tapi dia mantap dengan tekadnya untuk membuktikan pada mereka –bahkan pada dunia-- bahwa dia anak yang berbakti.
Sebuah kontemplasi memori tentang Aiko merupakan slide yang tidak pernah ingin kulupa. Biar dia berjuang disana, dan aku di sini mengabadikan jejaknya dalam album nyanyian masa kecil yang ingin ku dendang selalu. Agar dia tahu, bahwa aku selalu mendamping di tepian langkahnya seterjal apapun medannya.
Teman, mari ku ceritakan padamu tentang aku dan Aiko kala senja menjelang. Kami terbiasa duduk di beranda rumah bersama Bapak seraya memandang langit yang jingga. Horison langit nampak jelas di hadapan kami, horison yang menelan matahari di atas hamparan hijau sawah.
Lalu Aiko yang masih bocah berkata pada Bapak “Pak, bagaimana kalau kita terus jalan ke sana? Apakah itu yang dibilang ujung dunia?”, katanya sambil menunjuk horison itu.
Aku menimpali sebelum Bapak sempat menjawab “Tidak dek, kata guruku ‘bumi itu bulat, tidak ada ujungnya’. Berarti kita sekarang ada di tengah bumi, jadi kalau kita terus jalan ke sana, kita bisa jatuh di langit”
Bapak hanya tersenyum mendengar ocehan kami.
Senja jingga, kami selalu menanti terbenamnya mentari, sambil memandang awan yang bergulung tebal beraneka rupa dan berujar “awan yang di sana berbentuk apa?” . Dan di senja itu juga kami selalu menanti gerombolan burung yang mengepak sayapnya beriringan. Ada banyak gerombolan yang melayang di atas kepala kami bergantian dan kami selalu berseru “coba lihat, ini yang paling banyak burungnya”
Itu Aiko dulu yang lugu, namun sekarang aku percaya dia telah menjadi sosok gadis yang lebih dewasa. Tak ku tahu bagaimana rupaya sekarang, apakah kini semakin cerah?
Selalu. Aiko cerah dengan cinta. Cintanya pada teman sekolahnya membuatnya mengoleksi puluhan sahabat yang setia. Dialah tipikal sahabat sejati yang menemani tidak hanya dalam suka, tapi duka juga.
Aiko dan cinta, adalah dua hal yang ketika berangkai maka akan selalu mengingatkanku pada rinai hujan. Karena ku tahu cintanya ada bersama rinai itu. Di malam tanggal 29 Februari kala Nusa terbiasa dengan hujan sepanjang hari, maka dia berujar tentang rinai hujan dan cinta. Lalu kami saling meningkahi hujan malam itu dengan syukur dan rindu.
“Jika hujan deras, cobalah keluar… hitung dan rasakan titik-titik air hujan yang banyak itu jatuh dari langit… maka, sebanyak itu lah saya bersyukur punya orang tua, saudara dan keluarga sebaik kalian…”
Aiko adikku. Sungguh dia adalah pujangga cinta yang menukilkan kisahnya dalam pakeliran kehidupan, hingga pakeliran itu ramai dengan lakon sastranya.
“Sungguh Aiko, ketika hatimu rindu, maka titipkanlah rindu itu pada Allah, niscaya Dia akan memeluk hatimu dan menyampaikan rindumu kepada orang-orang yang kau cintai dengan cara-cara yang Dia kehendaki. Mungkin dengan rinai-rinai hujan, atau dengan sinaran rembulan. Semoga kita saling merindu di dunia dan saling merindu syurga-Nya…. ”
Aiko, dia yang melangkah ke dewasa, menceritakan banyak cinta kepadaku. Dari pengurus masjid hingga presiden BEM. Semoga cintanya tertambat di hati pangeran yang paling mulia yang datang dengan gagah bersama laju kudanya. Yang datang bersama segerombol kafilah yang membawa beratus ekor onta. Meminang dengan Al-Qur’an dan keshalehan. Sebab dia adalah putri bermahkotakan kecantikan rupa, laku dan hati yang tidak pantas tergadai oleh cumbu rayu semata.
Aiko, dia adik yang sebagian darahnya mengalir darah yang sama denganku. Aku bersyukur atas pertalian darah ini yang akan kami bawa hingga di akhirat nanti. Dia kucintai sejak dia masih berupa alaqah di rahim ibunda. Kala umurku belum lebih setahun, aku mencintainya dengan berhenti menyusu dan berkata : “… udah, untuk dede bayi nanti”. Ku yakin, Aiko mencintaiku bahkan lebih dari itu.
Teman, ijinkan aku memahat kata untuk Aiko.
Untuk kisahnya yang selalu maknawi
Untuk tegarnya yang selalu sejati.
Untuk cintanya yang selalu putih.
Untuk wajahnya yang selalu berseri.
Untuk senyumnya yang selalu mendamaikan hati.
Lalu bacalah dan sampaikan padanya bahwa aku menanti kisahnya selalu, dan aku di sini siap menjadikannya kias prasasti yang selalu abadi di hati. Hingga ku berujar nanti:
“Separuh hatiku terpaut di Kota Hujan, kunanti hadirnya kembali untuk datang menyempurnakan mimpi. Mimpi yang selalu kami imagikan bersama”

-- Khaulah Al-Fitri untuk Dilla di Kota Hujan….

*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas, Aktivis Lembaga Dakwah Kampus dan Peserta diskusi Forum Lingkar Pena


Baca selengkapnya......

Merubah Paradigma Lama untuk Revolusi Gerakan Dakwah

Sebuah renungan untuk motivasi dalam secarik halaman. Kutujukan kepada Tim Inti LDK FKMKI Unhas terutama, untuk ROHIS FKM Unhas, untuk Puskomda Sulselbar, dan untuk saudara-saudaraku yang berjuang dengan teguh di jalan dakwah ini.

Segala puji bagi Allah yang telah membuka hati ini dan menghadirkan sebuah paradigma baru. Ini terjadi pada saya. Entah apakah juga terjadi pada diri ikhwafillah yang lain. Yang jelas saya hanya ingin berbagi, semoga bermanfaat.
Sejak tampuk kepemimpinan tertinggi di kampus kita beralih kepada “Akhunna” yang baru, maka terjadi renovasi kebijakan. Dan kita sebagai jundi harus “sami’na wa atha’na”. Spesialisasi amanah untuk profesionalitas kerja. Itu tajuknya. Maka saya bertanya bagaimana? Dan akhirnya menjawab sendiri pertanyaan itu.
“Yang harus dilakukan seorang jundi bukanlah menghabiskan waktu membagi diri pada setiap pos-pos amanah, tapi justru harus menghabiskan waktu mengalikan diri sebanyak-banyaknya”
“Dakwah ini butuh ke-Tsiqoh-an pada orang lain untuk memperkuat pilar-pilar dakwah. Sementara perilaku ujub, egois dan takabbur terhadap amanah malah akan menghancurkan bangunannya”
Saya tidak menyinggung siapa-siapa melainkan diri sendiri semata. Yang selama ini terkungkung dalam kultur “membagi diri” yang berdampak pada mendzhalimi amanah dan mendzhalimi diri. Padahal Allah sangat membenci kedzhaliman.
Kultur “membagi diri” ini tak akan pernah membuat kita dewasa. Dan selamanya kita akan terkurung dalam kepompong kita yang sebenarnya kita tidak nyaman juga berada di dalamnya, tapi tidak pula cukup tangguh untuk merobeknya.
Memang kebijakan baru itu adalah aturan yang terlalu ideal. tapi ideal tentu bukan semata mimpi. Ideal itu ibarat bintang yang tak akan pernah sanggup digapai dengan jangkauan tangan. Tapi ketahuilah bahwa bukanlah bintang itu untuk digapai, melainkan sebagai penunjuk arah bagi para pelaut di tengah luasnya samudra.
Mengalikan diri, bukannya membagi! Bukankah telah ada waktu yang diberikan untuk itu??
Saatnya merubah paradigma lama kita menuju revolusi dakwah. Ini tentu tidak mudah dan tidak serta merta, sebagai revolusi yang selalu diartikan dengan “Perubahan yang secara cepat”. Perlu proses, namun prosesnya itu harus Quantum!!
Banyak hal yang be-Revolusi dengan berangkat pada suatu rintisan yang nampaknya sederhana. Seperti kisah Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam yang berangkat dengan kata “Iqra”. Ummat muslim dengan persaksian “Syahadatain”. Bilal bin Rabah dengan lafadzh “Ahad”. Newton dengan fenomena “apel”. JK Rowling dengan “padang rumput dan domba”. Maka saatnya kita be-revolusi dengan berangkat pada frasa “Mari mengalikan diri !!!”
Tapi lagi-lagi, semua perlu proses untuk suatu revolusi. Dan proses untuk revolusi itulah yang paling berat rasanya. Tapi itulah sunnatullah.
Seperti sunnatullah sakit yang dirasakan ibunda untuk revolusi melahirkan jiwa baru, maka baginya Syahidah ketika dia mati. Seperti tersiksanya kupu-kupu saat berjuang untuk bebas dari kepompongnya dan merubah diri menjadi makhluk dengan rona warna yang sangat indah. Seperti mendebarkannya dua mempelai pengantin saat mengucap lafadzh ijab qabul untuk sebuah revolusi tanggung jawab hidup-mati, dunia-akhirat.
Revolusi industri Inggris pun tidak akan serta merta terjadi tanpa ada riset ilmu pengetahuan yang mendalam sebelumnya.
Semua butuh perubahan (revolusi), bergerak menuju perubahan itu berat, tapi itu niscaya. Saya jadi teringat sepenggal lagu anak-anak di Sesame Street –yang tidak begitu terkenal—yang liriknya:
“Semua bisa berubah jadi jangan bersedih. Bisa membuatmu bahagia, memberimu sesuatu yang baru”.
Mari kita berubah dan be-revolusi dengan berangkat pada perubahan paradigma “membagi diri” menjadi “mengalikannya”. Berkomitmen itu mudah, yang susah adalah konsisten dalam menjaga komitmen itu.
Semoga Allah ‘azza wa jalla senantiasa me-ridho-i langkah kaki kita. Serta menaburkan berkah-Nya di sepanjang jalan yang kita tempuh untuk mencapai Jannah-Nya yang didamba-damba. Amiinn…

---Diketik di komputernya Akhwat di pondokan pada Makassar, 9 April 2008

Baca selengkapnya......

Selasa, 15 April 2008

From Aisyah 'bout a Young Man, Questions, Chruch n America

Ini kisah yang nge-'ruh' banget menurut ge... sampe ge merinding...
ini kiriman e-mail dari seorang saudariku Aisyah --akhwat malaysia-- jazakillah, ukhti..
ge pengen teman2 yg mampir di blog ini bisa ikut membacanya juga
semoga bermanfaat...

Kisah Benar Pemuda Arab Belajar di Amerika

Ada seorang pemuda arab yang baru saja menyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika. Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah berupa pendidikan agama Islam bahkan ia mampu mendalaminya. Selain belajar, ia juga seorang juru dakwah Islam. Ketika berada di Amerika , ia berkenalan dengan salah seorang Nasrani. Hubungan mereka semakin akrab, dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah masuk Islam.

Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan di Amerika dan melintas di dekat sebuah gereja yang terdapat di kampong tersebut. Temannya itu meminta agar ia turut masuk ke dalam gereja. Mula mula ia keberatan, namun karena desakan akhirnya pemuda itu pun memenuhi permintaannya lalu ikut masuk ke dalam gereja dan duduk di salah satu bangku dengan hening, sebagaimana kebiasaan mereka. Ketika pendeta masuk, mereka serentak berdiri untuk memberikan penghormatan lantas kembali duduk.


Di saat itu, si pendeta agak terbeliak ketika melihat kepada para hadirin dan berkata,
"Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini."
Pemuda arab itu tidak bergerak dari tempatnya. Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak bergerak dari tempatnya. Hingga akhirnya pendeta itu berkata,
"Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya. " Barulah pemuda ini beranjak keluar.

Di ambang pintu, pemuda bertanya kepada sang pendeta, "Bagaimana anda tahu bahwa saya seorang muslim."
Pendeta itu menjawab, "Dari tanda yang terdapat di wajahmu."
Kemudian ia beranjak hendak keluar. Namun,pendeta ingin memanfaatkan keberadaan emuda ini dengan mengajukan beberapa pertanyaan, tujuannya untuk memalukan pemuda tersebut dan sekaligus mengukuhkan ugamanya. Pemuda muslim itupun menerima tentangan debat tersebut.

Pendeta berkata, "Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dan anda harus menjawabnya dengan tepat."
Si pemuda tersenyum dan berkata,"Silakan!"
Sang pendeta pun mulai bertanya,
"Sebutkan satu yang tiada duanya,
dua yang tiada tiganya,
tiga yang tiada empatnya,
empat yang tiada limanya,
lima yang tiada enamnya,
enam yang tiada tujuhnya,
tujuh yang tiada delapannya,
delapan yang tiada sembilannya,
sembilan yang tiada sepuluhnya,
sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh,
sebelas yang tiada dua belasnya,
dua belas yang tiada tiga belasnya,
tiga belas yang tiada empat belasnya.
Sebutkan sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh!
Apa yang dimaksud dengan kuburan berjalan membawa isinya?
Siapakah yang berdusta namun masuk ke dalam surga?
Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyukainya?
Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan ibu!
Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan api dan siapakah yang terpelihara dari api?
Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yang diadzab dengan batu dan siapakah yang terpelihara dari batu?
Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar!
Pohon apakah yang mempunyai 12 ranting, setiap ranting mempunyai 30 daun,
setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan dan dua di bawah
sinaran matahari?"



Mendengar pertanyaan tersebut, pemuda itu tersenyum dengan keyakinan
kepada Allah. Setelah membaca bismalah ia berkata,

* Satu yang tiada duanya ialah Allah SWT.

* Dua yang tiada tiganya ialah Malam dan Siang. Allah SWT berfirman, "Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran kami)." (Al-Isra': 12).

* Tiga yang tiada empatnya adalah kesilapan yang dilakukan Nabi Musa ketika Khidir menenggelamkan sampan, membunuh seorang anak kecil dan ketika menegakkan kembali dinding yang hampir roboh.

* Empat yang tiada limanya adalah Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur'an.

* Lima yang tiada enamnya ialah Solat lima waktu.

* Enam yang tiada tujuhnya ialah jumlah Hari ketika Allah SWT menciptakan makhluk.

* Tujuh yang tiada delapannya ialah Langit yang tujuh lapis. Allah SWT berfirman, "Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang." (Al-Mulk: 3).

* Delapan yang tiada sembilannya ialah Malaikat pemikul Arsy ar-Rahman. Allah SWT berfirman, "Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat men-junjung 'Arsy Rabbmu di atas (kepala) mereka." (Al-Haqah: 17).

* Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu'jizat yang diberikan kepada Nabi Musa yaitu: tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim paceklik, katak, darah, kutu dan belalang.

* Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah Kebaikan. Allah SWT berfirman, "Barang siapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat."(Al-An'am: 160).

* Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah Saudara-Saudara Nabi Yusuf .

* Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah Mu'jizat Nabi Musa yang terdapat dalam firman Allah, "Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, 'Pukullah batu itu dengan tongkatmu.' Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air." (Al-Baqarah: 60).

* Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah Saudara Nabi Yusuf ditambah dengan ayah dan ibunya.

* Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah waktu Subuh. Allah SWT ber-firman, "Dan waktu subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. " (At-Takwir: 18).

* Kuburan yang membawa isinya adalah Ikan yang menelan Nabi Yunus AS.

* Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam syurga adalah saudara-saudara Nabi Yusuf, yakni ketika mereka berkata kepada ayahnya, "Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlumba-lumba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala." Setelah kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepada mereka, "tak ada cercaan terhadap kamu semua." Dan ayah mereka Ya'qub berkata,"Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Yusuf:98)

* Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara Keledai. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara keledai." (Luqman: 19).

* Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapa dan ibu adalah Nabi Adam, Malaikat, Unta Nabi Shalih dan Kambing Nabi Ibrahim.

* Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan api ialah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman, "Wahai api dinginlah dan selamatkan Ibrahim." (Al-Anbiya': 69).

* Makhluk yang terbuat dari batu adalah Unta Nabi Shalih, yang diadzab dengan batu adalah tentara bergajah dan yang terpelihara dari batu adalah Ash-habul Kahfi (penghuni gua).

* Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap perkara besar adalah Tipu Daya wanita, sebagaimana firman Allah SWT? "Sesungguhnya tipu daya kaum wanita itu sangatlah besar." (Yusuf: 28).

* Adapun pohon yang memiliki 12 ranting setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan dua di bawah sinaran matahari maknanya: ohon adalah Tahun, Ranting adalah Bulan, Daun adalah Hari dan Buahnya adalah Solat yang lima waktu, Tiga dikerjakan di malam hari dan Dua di siang hari.

Pendeta dan para hadirin merasa takjub mendengar jawapan pemuda muslim tersebut. Kemudian ia pun mula hendak pergi.
Namun ia mengurungkan niatnya dan meminta kepada pendeta agar menjawab satu pertanyaan saja.
Permintaan ini disetujui oleh pendeta.
Pemuda ini berkata, "Apakah kunci surga itu?"
mendengar pertanyaan itu lidah pendeta menjadi kelu, hatinya diselimuti keraguan dan rupa wajahnya pun berubah. Ia berusaha menyembunyikan kekuatirannya, namun tidak berhasil.Orang- orang yang hadir di gereja itu terus mendesaknya agar menjawab pertanyaan tersebut, namun ia cuba mengelak.

Mereka berkata, "Anda telah melontarkan 22 pertanyaan kepadanya dan semuanya ia jawab, sementara ia hanya memberi cuma satu pertanyaan namun anda tidak mampu menjawabnya! "
Pendeta tersebut berkata, "Sesungguh aku tahu jawapan nya, namun aku takut kalian marah."
Mereka menjawab, "Kami akan jamin keselamatan anda. "

Pendeta pun berkata, "Jawabannya ialah: Asyhadu An La Ilaha Illallah Wa Wa Aasyhadu Anna Muhammadar Rasulullah."

Lantas pendeta dan orang-orang yang hadir di gereja itu terus memeluk agama Islam. Sungguh Allah telah menganugerahkan kebaikan dan menjaga mereka dengan Islam melalui tangan seorang pemuda muslim yang bertakwa.

Penulis tidak menyebutkan yang kesembilan (pent.)

Kisah nyata ini diambil dari Mausu'ah al-Qishash al-Waqi'ah

Baca selengkapnya......

Hisab Diri


Sebuah perenungan di malam kelam dalam kebutuhanku terhadap penghambaan pada Rabb
dan atas sedih dan gelisahku
dan atas kemunafikanku...
maka, ijinkan aku menghisab diri
dalam tangisku...


Ya ALLAH...
Ampunilah iman ini yg selalu ragu
dan hati ini yg terlalu pilu
dan jiwa ini yg berbalur sembilu
dan izzah ini yg semakin gugu
dan otak ini terlalu lugu...
dan jihad ini yg tak pernah bersimbah peluh
dan raga ini yg terlampau kaku
dan jasad ini yg tak pernah berganti laku



dan cahaya mata ini yg semakin sendu
dan lisan ini yg selalu kelu
dan dakwah ini yg semakin bisu
dan tilawah ini yg tak lagi merdu

Ampunilah...hamba dari khilaf ini

dari malam yg munajat-nya sepi
dari lail yg tahajjud-nya mati
dari do'a yang pengharapannya tiada pati
dari sujud yg bekasnya usang
dari ruku yg jejaknya hilang
dari sedekap yg genggamannya renggang...

Ampunilah hamba dari segala dosa ini...
dan dosa-dosa yang tiada sanggup hamba kira
selayak mengira jutaan bulir pasir di lautan... padahal telah lebih adanya

dan ALLAHU RABBI..
bila kami dilanda futur, sungguh hanya Rahmat-Mu yang kami butuh...

----'nda...at warnet

Baca selengkapnya......

dari Goodreads